Thursday 25 July 2013

Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Tulisan ini sengaja saya susun untuk menjawab beberapa permasalahan mengenai pertanyaan bagaimanakah seorang muslim mengharapkan surga atau ingin supaya dijauhkan dari api neraka dalam beribadah?
Ketika saya searching menggunakan google, ternyata tidak sedikit yang membahas mengenai hal ini. Dari beberapa tulisan yang saya baca, ada beberapa yang bisa saya simpulkan dari tulisan tersebut, di antaranya:
-          Ketika seseorang dalam beribadah terdapat pengharapan terhadap surga dan atau dijauhkan dari neraka, maka masih ada ketidakikhlasan kita dalam beribadah untuk memperoleh ridhoNya.
-          Ketika seseorang dalam beribadah terdapat pengharapan terhadap surga dan atau dijauhkan dari neraka, maka orang tersebut belum mencapai tingkat keimanan yang hakiki atau tingkat keimanan yang tinggi.
-          Ada juga yang mengatakan ”Kami tidak mencari surga, tidak beramal untuk surga dan tidak menginginkan surga. Kami hanya beramal karena ridha Allah, baik dimasukan ke dalam surga maupun ke dalam neraka”, dan beberapa kata-kata lain yang senada hal tersebut.
Sebelumnya membahas hal-hal tersebut, perlu diperhatikann dalam setiap aktivitas, apalagi ibadah, baik batin maupun lahir, harus diukur dengan dalil Al Quran dan Hadits. Jika ada sebuah pendapat mengenai hal agama hendaklah sekiranya disebutkan juga dalilnya baik Al Quran maupun Hadits, jadi supaya jelas apakah pendapat tersebut sesuai dengan yang diajarkan oleh Rosulullah shalallahu ’alaihi wassalam atau tidak? Karena islam itu sumbernya jelas yaitu Al Quran dan Hadis, kalau pun ada ijma keduanya harus bersumber pada dua tadi. Dan kita pun telah diwasiatkan oleh Rosulullah salallahu ’alaihi wassalam untuk berpegang teguh pada keduanya. Kita sebagai seorang yang mengaku mencintai beliau, semestinya kita menjalankan wasiat tersebut.
Allah subhanahu wata’ala berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Alloh dan taatilah Rosul-Nya, dan ulil amri di antara kalian. Kemudian jika kalian bersengketa tentang sesuatu, maka kembalikanlah hal itu kepada Alloh (al-Qur’an) dan Rosul (sunnahnya), jika kalian benar-benar beriman kepada Alloh dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya.” [QS. an-Nisa’ (4): 59]
Juga sabda Rosulullah shalallahu ’alaihi wassalam,
(( تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ ))
“Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara yang tidak akan sesat kalian selama kalian berpegang teguh pada keduanya, yaitu: Kitabulloh (al-Qur’an) dan sunnah Nabi-Nya.” (HR. Tirmidzi, Abu Dawud dan Ahmad)
Oleh karena itu, dalam beragama kita harus beritiba kepada Rasulullah saw. Ittiba’ berartipengikutan”. Ittiba’ yang dimaksud sebagai dasar agama Islam adalah pengikutan kepada Rosululloh shalallahu ‘alaihi wassalam dalam memahami Islam dan menerapkannya. Karena pada dasarnya segala sesuatu yang berasal dari Rosulullah shalallahu ‘alaihi wasalam berasal dari Allah subhanahu wata’ala dan tidak ada sedikit pun produk dari beliau sendiri.
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Katakanlah: ’Jika kalian (benar-benar) mencintai Alloh, ikutilah aku, niscaya Alloh akan men-cintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [QS. Ali ‘Imron (3): 31]
اتَّبِعُواْ مَا أُنزِلَ إِلَيْكُم مِّن رَّبِّكُمْ وَلاَ تَتَّبِعُواْ مِن دُونِهِ أَوْلِيَاء قَلِيلاً مَّا تَذَكَّرُونَ
Ikutilah apa yang diturunkan kepada kalian dari Robb kalian dan janganlah kalian mengi-kuti wali-wali selain-Nya. Amat sedikitlah kalian mengambil pelajaran (daripadanya).” [QS. al-A’rof (7): 3]
وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَى  ,  إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (al-Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” [QS. an-Najm (53): 3-4]
وَلَوْ تَقَوَّلَ عَلَيْنَا بَعْضَ الْأَقَاوِيلِ  ,  لَأَخَذْنَا مِنْهُ بِالْيَمِينِ  ,  ثُمَّ لَقَطَعْنَا مِنْهُ الْوَتِينَ
“Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan sesuatu perkataan atas (nama) Kami, niscaya Kami hantam dia dengan tangan kanan. Kemudian Kami putuskan urat tali jantungnya.” [QS. al-Haqqoh (69): 44-46]  
Oleh karena itu dalam membahas hal-hal yang sudah saya sebutkan di atas, insya Allah akan disertakan juga dalil-dalil baik dari Al Quran maupun Hadits.
Kembali ke pokok pembahasan, yaitu mengenai pendapat yang mengatakan hal-hal tersebut di atas, atau pendapat tidaklah pantas seorang hamba dalam beribadah dengan mengharapkan surga atau dijauhkan dari neraka. Apakah Nabi Muhammad shalallahu ’alaihi wassalam, seorang rosul, manusia termulia yang tentunya memiliki tingkatan keimanan tertinggi tidak mengharapkan surga?
Untuk menyamakan pemahaman, pertama yang harus ditegasakan terlebih dahulu bahwa sudah menjadi kewajiban kita, sebagai seorang hamba Allah subhanahu wata’ala, dalam melakukan segala sesuatu, terutama ibadah, harus dilandasi keikhlasan dan hanya diniatkan karena Allah subhanahu wata’ala sebagaimana firman Allah subahanahu wata’ala berikut,
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
”Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah denganmemurnikan ketaatan (tulus ikhlas) kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS Al Bayyinah (98): 5)
Dan dalil-dalil lain yang membahas mengenai niat, juga sebuah hadis yang berbunyi sesungguhnya amalan itu tergantung pada niatnya. Kita semua sepakat mengenai hal tersebut. Sedangkan yang akan diuraikan lebih lanjut kali ini adalah permasalahan tentang pengharapan terhadap surga atau dijauhkan dari neraka dalam beribadah, tidak untuk memperdebatkan masalah niat. Pengharapan terhadap surga atau dijauhkan dari neraka pun harus dilandasai karena Allah Subhanahu wata’ala dengan cara menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya melalui syariat yang dibawa oleh Rosulullah shalallahu ’alaihi wassalam.
Alllah subhanahu wata’ala berfirman:
وَبَشِّرِ الَّذِين آمَنُواْ وَعَمِلُواْ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الأَنْهَارُ كُلَّمَا رُزِقُواْ مِنْهَا مِن ثَمَرَةٍ رِّزْقاً قَالُواْ هَـذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِن قَبْلُ وَأُتُواْ بِهِ مُتَشَابِهاً وَلَهُمْ فِيهَا أَزْوَاجٌ مُّطَهَّرَةٌ وَهُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
”Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan : “Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu.” Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya”. (QS. Al Baqarah (2) : 25)
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَهُمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ ذَلِكَ الْفَوْزُ الْكَبِيرُ
”Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; itulah keberuntungan yang besar” . (QS. Al Buruuj (85): 11)
وَاللّهُ يَدْعُو إِلَى دَارِ السَّلاَمِ وَيَهْدِي مَن يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ
”Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga), dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam)” . (QS. Yunus (10):25)
وَسَارِعُواْ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
”Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa”. (QS. Ali ’Imran (3):133)
Dari ayat-ayat di atas dan beberapa ayat lain yang membicarakan tentang surga, Allah bermaksud memberikan kabar gembira kepada orang-orang beriman tentang apa yang akan mereka dapat di akhirat yaitu surga. Allah pun menyeru manusia kepada surgaNya dan memerintahkan untuk bersegera kepada surgaNya yang luas. Dengan kabar ini maka sudah sewajarnya orang yang beriman, bahkan seluruh manusia, berharap untuk mendapatkannya karena itu adalah fitrah manusia. Kalau ada orang yang ditanya siapa yang mau surga? Pasti semuanya serentak menjawab mau, kalo ada yang menjawab tidak saya yakin pada dasarnya dalam hatinya menginginkannya.
Lalu bagaimana Rasulullah shalallahu alahi wassaalam dan para sahabatnya menyikapi mengenai kabar gembira ini (surga)? Berikut saya cantumkan hadits-hadits shahih dari Kitab Riyadus Shalihin.
”Dari Ibnu Mas’ud rodhiullahuanhuma., katanya: ’Kita semua berada bersama-sama Rasulullah shalallahu ’alaihi wassalam. dalam sebuah kemah, kira-kira ada empatpuluh orang, lalu beliau shalallahu ’alaihi wassalam. bersabda: ’Relakah engkau semua jikalau engkau semua – ummat Muhammad semuanya ini – menjadi seperempatnya ahli surga?’ Kita semua menjawab: ’Ya.’ Beliau shalallahu ’alaihi wassalam bersabda pula: ’Relakah engkau semua kalau menjadi sepertiga ahli surga.’ Kita semua menjawab: ’Ya.’ Beliau shalallahu ’alaihi wassalam lalu bersabda: ’Demi Zat yang jiwa Muhammad ada di dalam genggaman kekuasaanNya, sesungguhnya sayamengharapkan kalau engkau semua itu akan menjadi setengahnya ahli surga. Yang sedemikian itu karena sesungguhnya surga itu tidak dapat dimasuki melainkan oleh seseorang yang Muslim, sedangkan engkau semua bukanlah ahli kemusyrikan, melainkan seperti rambut putih dalam kulit lembu yang hitam atau seperti rambut hitam dalam kulit lembu yang merah.’” (Muttafaq ‘alaih)
Hadis tersebut di atas terdapat pada Kitab Riyadus Shalihin dari Imam Nawawi, hadis ke 430, Bab 51. Dari hadis tersebut kita bisa melihat bahwa Rosulullah shalallahu ’alaihi wassalam dan para sahabatnya pun mengharapkan surga Allah subhanahu wata’ala, bahkan pengharapannya itu ditujukan untuk umat ini secara umum. Kita pasti sepakat bahwa Rosulullah shalallahu ’alaihi wassalam dan para sahabatnya adalah orang-orang yang tidak diragukan keimanannya (Rosulullah tingkatan tertinggi dan para sahabatnya berada pada posisi setelahnya), orang yang paling ikhlas dalam beribadah hanya karena Allah subhanahu wata’ala, dan paling paham tentang Al Quran dan Hadits. Namun demikian Rosulullah shalallahu ’alai wassalam dan para sahabatnya tetap mempunyai pengharapan terhadap Allah subhanahu wata’ala bahkan pengharapan tersebut mereka ungkapkan bukan hanya untuk mereka sendiri tetapi untuk kaum muslimin secara keseluruhan. Ketika Rosulullah bertanya kepada para sahabatnya, apakah mereka rela, apakah engkau mau menjadi ahli surga, mereka pun menjawab ’Ya’. Lalu bagaimana dengan kita, kita yang tingkat keimanannya mungkin tidak bisa menyamai keimanan para sahabat, kemudian menjawab tidak membutuhkannya dengan berdalih sudah mencapai tingkatan keimanan tertentu yang tidak membutuhkan surga. Ini adalah perkataan yang tidak ada dasarnya dalam islam.
”Dari Ibrahim bin Abdur Rahman bin ‘Auf, bahwasanya Abdur Rahman bin ‘Auf r.a. diberi hidangan makanan, sedangkan waktu itu ia berpuasa, lalu ia berkata: ’Mus’ab bin Umair itu terbunuh – fi-sabilillah. Ia adalah seorang yang lebih baik daripada-ku, tetapi tidak ada yang digunakan untuk mengafaninya – mem-bungkus janazahnya – kecuali selembar burdah. Jikalau kepalanya ditutup, maka tampaklah kedua kakinya dan jikalau kedua kakinya ditutup.maka tampaklah kepalanya. Selanjutnya untuk kita sekarang ini dunia telah dibeberkan seluas-luasnya – banyak rezeki. Atau ia berkata: ’Kita telah dikaruniai rezeki dunia sebagaimana yang kita terima ini – amat banyak sekali. Kita benar-benar takut kalau-kalau kebaikan-kebaikan kita ini didahulukan untuk kita sekarang – sejak kita di dunia ini, sedang di akhirat tidak dapat bagian apa-apa.’ Selanjutnya ia lalu menangis dan makanan itu ditinggalkan. (Riwayat Bukhari).
Hadits yang satu ini terdapat dalam Kitab Riyadus shalihin, hadits no 453 Bab 54. Dari hadits tersebut dikisahkan sahabat Abdurahman bin Auf radhiallahuanhuma merasa khawatir akan kondisinya kelak di akhirat tidak memiliki apa-apa, dengan kata lain Abdurahman bin Auf radhiallahuanhuma khawatir tidak mendapatkan surga ataupun isinya. Dan beliau pun menangis takut dan penuh pengharapan akan kenikmatakan akhirat ( surga Allah beserta isinya ).
Demikian juga Umar bin Khatab pernah diberitahukan oleh Rasulullah saw ketika Rasulullah masuk ke dalam surga dan kita yakin seyakin-yakinya karena berita ini datangnya dari Rosulullah utusan Allah, kita beriman kepada beliau dan beliau sudah masuk ke dalam surga. Dan beliau shalallahu ‘alaihi wassalam mengabarkan bahwa beliau melihat suatu istana megah, besar, terbuat dari emas, semuanya serba indah dan sebagainya. Ketika beliau saw mau masuk ke dalam istana tersebut, dan saat itu beliau sangat ingin masuk ke dalam istana tersebut karena megahnya dan tidak ada di muka bumi istana semegah itu. Namun Rasulullah saw diberitahu “Istana sebesar ini disediakan untuk orang dari Bani Quraisy”. Dan Muhammad saw dari Bani Quraisy, namun ternyata bukan beliau. Lalu siapa? ternyata Umar bin Khatab radhiallahuanhuma. Dan ketika itu Umar bin Khatab duduk di hadapan Rasulullah sedang bermajelis dan diberitakan hal tersebut. Mendengar kabar dari Rosulullah shalallahu ‘alaihi wassalam, alangkah bahagianya Umar bin Khatab saat itu.
Dan begitulah sifat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam dan para sahabat beliau dimana mereka merasa gembira dan berharap akan berita gembira itu dan merasa takut sampai-sampai menangis karena takut tidak mendapatkan kenikmatan di akhirat kelak. Sedangkan kita tau bahwa para sahabat adalah orang yang ridho kepada Allah dan Allah pun ridho kepada mereka. Hal ini diabdikan Allah dalam firmanNya,
وَالسَّابِقُونَ الأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَداً ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. Al Taubah (9) : 100)
Sesungguhnya ayat ini adalah pengakuan dari Allah subhanahu wata’ala bahwasanya para sabahat telah mendapatkan keridhoan Allah. Tetapi meskipun demikian pengharapan surga dan ketakutan terhadap neraka atau kekhawatiran akan tidak mendapatkannya nikmat akhirat tidak berkurang sedikitpun dari mereka. Tidak seperti orang yang mengatakan ”Kami tidak mencari surga, tidak beramal untuk surga dan tidak menginginkan surga. Kami hanya beramal karena ridha Allah, baik dimasukan ke dalam surga maupun ke dalam neraka”. Ya, kita yakin bahwa para sahabat adalah orang yang juga mengharapkan ridho Allah, tetapi mereka tidak mengatakan bahwa mereka tidak butuh surga atau pun tidak takut neraka.
Kita juga hendaknya menyeimbangkan antara pengharapan terhadap surga dan ketakutan terhadap neraka.
Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: “Andaikata seseorang mu’min itu mengetahui bagaimana keadaan siksa yang ada di sisi Allah, tentu tidak seorangpun akan loba dengan surgaNya. Tetapi andaikata seseorang kafir itu mengetahui bagaimana besarnya kerahmatan yang ada di sisi Allah, tentu tidak seorangpun yang akan berputus asa untuk dapat memasuki surgaNya.” (Riwayat Muslim)
Hadits yang terdapat dalam Kitab Riyadus shalihin, hadits nomer 442 bab ke 53 berikut ini menjelaskan bagaimana seharusnya kita memiliki ketakutan dan pengharapan kepada Allah subhanahu wata’ala yang sama nilainya. Ketakutan akan siksa Allah, pengharapan terhadap rahmat Allah Azza wa Jalla yaitu berupa surgaNya. Bukan malah menghilangkan pengharapan surga dan ketakukan neraka.
Allah subhanahu wata’ala juga mengkisahkan orang-orang beriman, orang-orang yang saleh dalam berdoa dalam pengharapannya terhadap surga dan permohonannya untuk dijauhkan dari neraka yang bisa menjadi contoh dan perumpamaan bagi kita, diantaranya adalah sebagai berikut,
”Dan orang-orang yang berkata: ’Ya Tuhan kami, jauhkan azab jahannam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal’”. (QS Al Furqon (25): 65).
”Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: ’Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka’”. (QS Al Baqarah (2): 201)
”Dan Allah membuat isteri Fir’aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: ’Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam firdaus, dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim.” (QS At Tahrim ayat 11)
Wallahu’alam bishawab.

No comments:

Post a Comment