Sunday 28 July 2013

Hukum Shalat Taubat dan Pelaksanaannya


Kapankah pelaksanaan shalat taubat? Berapa jumlah rakaat? Dan doa apa saja yang harus dibaca?
Jawab:
Riwayat shalat taubat adalah dari ‘Ali bin Abi Thâlib radhiyallahu ‘anhu, dari Abu Bakr Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu beliau berkata, “Saya mendengar Rasulullahshallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ رَجُلٍ يَذْنَبُ ذَنْبًا، ثُمَّ يَقُوْمُ فَيَتَطَهَّرُ ثُمَّ يُصَلِّيْ (فِيْ رِوَايَةٍ: ثُمَّ يُصَلِّيْ رَكْعَتَيْنِ) ثُمَّ يَسْتَغْفِرُ اللهَ إِلَّا غَفَرَ اللهُ لَهُ، ثُمَ قَرَأَ هَذِهِ الْآيَةَ {وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ}
“Tidak seorangpun melakukan suatu dosa lalu ia bangkit untuk berthaharah lalu sholat (Dalam satu riwayat: kemudian dia sholat dua raka’at) kemudian dia beristighfar (memohon ampun) kepada Allah kecuali Allah akan mengampuninya. Lalu beliau membaca ayat ini, ‘Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.’.” [Diriwayatkan  oleh Ibnu Abi Syaibah 2/159/7642, Ahmad 1/2, 8 dan 10 dan dalam Fadhâ`il Ash-Shahâbah no. 142 dan 642, Al-Humaidy 1/2 dan 4, Ath-Thayâlisy no. 1, Abu Daud 2/86/1521, At-Tirmidzy 2/257/406 dan 5/228/3006, An-Nasa`i dalam Al-Kubrâ 6/109/10247, 6/110/10250 dan 6/315/11078 dan dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah no. 414 dan 417, Ibnu Majah 1/446/1395, Husain bin Hasan Al-Marwazy dalam Zawâ`iduz Zuhdno. 1088, Ibnu Jarir dalam tafsirnya 4/96, Abu Ya’la no.1 dan 11-15, Ibnu Hibban 2/389-390/623 -Al-Ihsan-, Al-Baihaqy dalam Syu’abul Îmân 5/401-402/7077-7078, Dhiya` Al-Maqdasy dalam Al-Mukhtârah 1/82-86/7-11 dan Ibnu ‘Ady dalam Al-Kâmil1/430. Semuanya dari jalan ‘Utsman bin Al-Mughirah dari ‘Ali bin Rabi’ah dari Asma` bin Al-Hakam dari Ali bin Abi Thâlib.
Ad-Dzahaby menghasankan dalam Tadzkîratul Huffâzh 1/11 dan Ibnu Katsir dalam tafsirnya.
Ibnu ‘Adi berkata setelah menyebutkan dua jalan bagi hadits diatas, “Hadits ini jalannya hasan dan saya berharap ia adalah shahih”.
Imam Ad-Dâraquthny dalam ‘Ilal-nya 1/176-180 menyebutkan beberapa perselisihan tentang hadits di atas lalu beliau menegaskan bahwa jalan ‘Utsman bin Al-Mughirah yang paling baik sanadnya dan paling Shahîh.
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata tentang hadits di atas dalam biografi Asma` bin Al-Hakam dari Tahdzîbut Tahdzîb : “Jayyidul Isna(Baik sanadnya)”.
Syaikh Al-Albâny menshahihkannya dalam Shahîh At-Targhîb Wat Tarhîb1/427/680.
‘Utsmân bin Al-Mughîrah ada mutâba’ah (penguat/pendukung) dari Mu’âwiyah bin Abil ‘Abbâs sebagaimana dalam riwayat Ath-Thabarâny di Mu’jamul Ausath1/185/584, Abu Bakr Al-Ismâ’ily dalam Mu’jam Syuyûkh-nya 2/697 dan Al-Khathîb Al-Baghdâdy dalam Mûdhih Auwam Al-Jam’i wat Tafrîq 2/490.]
Ada beberapa fiqih yang bisa dipetik dari hadits di atas,
  1. Terdapat syari’at pelaksanaan shalat taubat.
  2. Bentuk pelaksanaannya: berwudhu dengan baik, lalu shalat dua raka’at kemudian Istigfar (memohon pengampunan) kepada Allah.
  3. Karena tidak ada tuntunan khusus tentang bagaimana shalat dua raka’at itu, maka asalnya sama dengan shalat sunnah lainnya.
  4. Tidak ada riwayat yang shahiyang menunjukkan bacaan surah khusus setelah Al-Fatihah pada dua raka’at tersebut maka asalnya boleh membaca apa saja dari surah yang mudah baginya.
  5. Al-Mubarakfury berkata dalam Tuhfatul Ahwadzy 2/368 (Cet. Darul Kutub), “Yang diinginkan dengan Istighfar  adalah bertaubat disertai penyesalan, meninggalkan (dosa tersebut), ber-‘Azm (berniat dengan sungguh-sungguh) untuk tidak mengulanginya selama-lamanya dan mengembalikan hak-hak (orang lain) kalau memang hal tersebut terjadi.”
Wallâhu A’lam
.

No comments:

Post a Comment